Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حَفِظَهُ الله تَعَالَى
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ قَالَ لَمَّا أَفَاءَ
اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ حُنَيْنٍ
قَسَمَ فِي النَّاسِ فِي الْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَلَمْ يُعْطِ
الْأَنْصَارَ شَيْئًا فَكَأَنَّهُمْ وَجَدُوا إِذْ لَمْ يُصِبْهُمْ مَا
أَصَابَ النَّاسَ فَخَطَبَهُمْ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ أَلَمْ
أَجِدْكُمْ ضُلَّالًا فَهَدَاكُمْ اللَّهُ بِي وَكُنْتُمْ مُتَفَرِّقِينَ
فَأَلَّفَكُمْ اللَّهُ بِي وَعَالَةً فَأَغْنَاكُمْ اللَّهُ بِي كُلَّمَا
قَالَ شَيْئًا قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمَنُّ قَالَ مَا يَمْنَعُكُمْ
أَنْ تُجِيبُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
كُلَّمَا قَالَ شَيْئًا قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمَنُّ قَالَ لَوْ
شِئْتُمْ قُلْتُمْ جِئْتَنَا كَذَا وَكَذَا أَتَرْضَوْنَ أَنْ يَذْهَبَ
النَّاسُ بِالشَّاةِ وَالْبَعِيرِ وَتَذْهَبُونَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى رِحَالِكُمْ لَوْلَا الْهِجْرَةُ لَكُنْتُ
امْرَأً مِنْ الْأَنْصَارِ وَلَوْ سَلَكَ النَّاسُ وَادِيًا وَشِعْبًا
لَسَلَكْتُ وَادِيَ الْأَنْصَارِ وَشِعْبَهَا الْأَنْصَارُ شِعَارٌ
وَالنَّاسُ دِثَارٌ إِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ بَعْدِي أُثْرَةً فَاصْبِرُوا
حَتَّى تَلْقَوْنِي عَلَى الْحَوْضِ
Dari Abdullah bin Zaid bin ‘Âshim Radhiyallahu anhu beliau berkata,
"Ketika Allâh menganugerahkan harta rampasan dari orang kafir (al-fai’)
pada perang Hunain. Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
membagi-baginya untuk orang-orang yang mu’allaf dan tidak memberikan
kaum Anshâr sedikitpun. Seakan-akan mereka merasa marah ketika Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan kepada mereka seperti
yang diberikan kepada orang-orang tersebut. Lalu Rasulullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada mereka, seraya berkata, 'Wahai
sekalian kaum Anshâr ! Bukankan aku dapati kalian dalam keadaan sesat
lalu Allâh berikan kalian hidayah dengan sebab aku ? Dahulu kalian
berpecah belah lalu Allâh menyatukan hati kalian dengan sebab aku ? Juga
kalian dahulu miskin lalu Allâh kayakan kalian dengan sebab aku ?
Setiap kali Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan sesuatu,
kaum Anshâr menjawab, 'Allâh dan Rasûl-Nya lebih besar anugerah dan
jasanya.' Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, 'Apa yang
menghalangi kalian untuk menjawab (perkataan) Rasulullâh ?' Abdullah bin
Zaid Radhiyallahu anhu menyatakan, 'Setiap kali Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam menyampaikan sesuatu, kaum Anshâr menjawab, 'Allâh dan
Rasûl-Nya lebih besar anugerah dan jasanya.' Lalu Rasulullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'Seandainya kalian mau, kalian
bisa menyatakan bahwa Engkau telah datang kepada kami dalam keadaan
demikian dan demikian. Apakah kalian ridha orang-orang pulang dengan
membawa kambing dan onta. Sementara kalian pulang dengan membawa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju rumah kalian. Seandainya bukan
karena hijrah, pastilah aku termasuk kaum Anshâr. Seandainya orang-orang
melewati wâdi dan syi’b (jalan setapak digunung), pastilah aku melewati
wâdi Anshâr dan syi’bnya. Anshâr adalah baju yang menutupi tubuh dan
manusia hanyalah pakaian yang menutupi atasnya saja. Seseungguhnya
kalian akan menjumpai monopoli hak setelahkku, maka bersabarlah hingga
menjumpaiku di telaga.
TAKHRIJ
Hadits ini dikeluarkan oleh imam al-Bukhâri dalam shahih al-Bukhâri,
kitab al-Maghâzi bab Ghazwah ath-Thâif, no. 4330 dan imam Muslim dalam
Shahihnya, kitab az-Zakât bab I’thail Muallafah Qulûbuhum ‘Alal Islam
dan Tashabbur min Quwa Imanihi no. 1061.
SYARAH HADITS
Dalam hadits yang mulia ini, sahabat yang mulia Abdullah bin Zaid
al-Muzani Radhiyallahu anhu mengisahkan penaklukan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam terhadap kaum Hawâzin di Hunain dalam pernyataan
beliau:
لَمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ nيَوْمَ حُنَيْنٍ
(Ketika Allâh menganugerahkan harta rampasan dari orang kafir (al-fai’) pada perang Hunain).
Kata al-fai’ pada asalnya dalam bahasa arab bermakna kembali dan pulang
seperti dahulu lagi. Seakan-akan harta-harta yang ada ditangan orang
kafir pada asalnya adalah hak milik kaum Mukminin, sebab iman adalah
asal [1] dan kufur adalah baru dan datang setelah iman. Namun
orang-orang kafir menguasai harta benda. Sehingga apabila kaum Muslimin
mengambilnya sebagai rampasan perang berarti harta tersebut kembali
kepada yang memilikinya sejak semula. [al-I’lâm bi Fawâ’id Umdah
al-Ahkâm, Ibnu al-Mulaqqin 5/97].
Kata (Hunain) adalah nama wâdi (lembah) dekat kota Thaif yang berjarak
belasan mil dari Makkah dari arah daerah Dzil Majâs atau Arafah.
Peperangan ini terjadi dibulan Syawâl tahun kedelapan hijriyah dengan
jumlah pasukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dua belas ribu kaum
Muslimin dan pasukan Hawâzin hanya empat ribu orang. Jumlah rampasan
perang dalam perang Hunain adalah sekitar dua puluh empat ribu onta,
lebih dari empat puluh ribu kambing dan empat ribu uqiyah perak. [Lihat
al-I’lâm 5/97, Kasyfu al-Litsâm Syarh Umdah al-Ahkâm, 3/441 dan Tambihul
Afhâm, 3/20]
Sepulang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari peperangan Hunain
menuju di al-Ji’ranah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
membagi-bagikan harta rampasan perang kepada semua mujahidin kecuali
Anshâr. Demikian juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan
harta tersebut kepada para tokoh besar Quraisy. Pertama yang diberi
adalah Abu Sufyân bin Harb sebanyak empat puluh uqiyah perak dan seratus
onta. Diantara yang diberi juga adalah Hakîm bin Hizâm sebanyak tiga
ratus onta, Jubair bin Muth’im, al-Akhnas bin Syuraiq, al-Hârits bin
Hisyâm bin al-Mughirah al-Makhzumiy, Hâthib bin Abdiluza al-‘Âmiri,
Suhail bin ‘Amru bin Abdisyams al-‘Âmiri, al-Aqra’ bin Hâbis al-Tamimi,
‘Uyainah bin Hashni al-Fazâri, al-Abâs bin Mirdas, Ikrimah bin Abi Jahl,
Shafwân bin Umayyah, an-Nudhair bin al-Hârits dan lain-lainnya. [Lihat
Kasyfu al-Litsâm 3/443].
Demikianlah dijelaskan sahabat yang mulia Abdullah bin Zaid bin ‘Âshim Radhiyallahu anhu dengan menyatakan :
قَسَمَ فِي النَّاسِ فِي الْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَلَمْ يُعْطِ
الْأَنْصَارَ شَيْئًا فَكَأَنَّهُمْ وَجَدُوا إِذْ لَمْ يُصِبْهُمْ مَا
أَصَابَ النَّاسَ
Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi-baginya untuk
orang-orang yang mu’allaf dan tidak memberikan kaum Anshâr sedikitpun.
Seakan-akan mereka merasa marah ketika nabi tidak memberikan kepada
mereka seperti yang diberikan kepada orang-orang tersebut.
Kemarahan kaum Anshâr yang disampaikan sahabat yang mulia ini dijelaskan
dengan lebih gamblang dalam riwayat lain yang berbunyi :
لَمَّا أَعْطَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا
أَعْطَى مِنْ تِلْكَ الْعَطَايَا فِي قُرَيْشٍ وَقَبَائِلِ الْعَرَبِ
وَلَمْ يَكُنْ فِي الْأَنْصَارِ مِنْهَا شَيْءٌ وَجَدَ هَذَا الْحَيُّ مِنْ
الْأَنْصَارِ فِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى كَثُرَتْ فِيهِمْ الْقَالَةُ حَتَّى
قَالَ قَائِلُهُمْ لَقِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَوْمَهُ فَدَخَلَ عَلَيْهِ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ فَقَالَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ هَذَا الْحَيَّ قَدْ وَجَدُوا عَلَيْكَ فِي
أَنْفُسِهِمْ لِمَا صَنَعْتَ فِي هَذَا الْفَيْءِ الَّذِي أَصَبْتَ
قَسَمْتَ فِي قَوْمِكَ وَأَعْطَيْتَ عَطَايَا عِظَامًا فِي قَبَائِلِ
الْعَرَبِ وَلَمْ يَكُنْ فِي هَذَا الْحَيِّ مِنْ الْأَنْصَارِ شَيْءٌ
Ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pemberian
yang besar pada kaum Quraisy dan kabilah-kabilah Arab dan sama sekali
tidak memberikannya kepada kaum Anshâr. Maka sekelompok dari kaum Anshâr
timbul perasaan tidak enak pada diri mereka sehingga muncullah banyak
perkataan negatif sehingga salah seorang mereka menyatakan, ‘Rasûlullâh
telah berjumpa dengan kaumnya’. Lalu Sa’ad bin Ubâdah Radhiyallahu anhu
menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, 'Wahai
Rasûlullâh sesungguhnya sejumlah kaum Anshâr merasa marah terhadap
dirimu dihati mereka karena perbuatanmu pada harta rampasan perang yang
didapatkan, Engkau bagi-bagikan kepada kaummu dan Engkau berikan hadiyah
besar kepada kabilah-kabilah Arab namun tidka memberikan kepada Anshâr
sedikitpun. [HR Ahmad no. 11305 dan dinilai Shahih oleh al-Albâni
rahimahullah dalam Fiqh as-Sîrah hlm 397].
Bahkan dalam riwayat sahabat Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu , Kaum Anshâr menyatakan:
إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْعَجَبُ إِنَّ سُيُوفَنَا تَقْطُرُ مِنْ دِمَاءِ قُرَيْشٍ وَغَنَائِمُنَا تُرَدُّ عَلَيْهِمْ
Sesungguhnya ini sangat mengherankan, (lihatlah) pedang-pedang kami
mengucurkan darah Quraisy namun harta rampasan perang kami diberikan
kepada mereka! [Muttafaqun ‘alaihi].
Mendengar hal itu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
Sa’ad bin Ubâdah Radhiyallahu anhu untuk mengumpulkan kaum Anshâr dan
menyampaikan khuthbahnya yang agung dan menyentuh.
Sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لَوْ شِئْتُمْ قُلْتُمْ جِئْتَنَا كَذَا وَكَذَا
(Seandainya kalian mau, kalian bisa menyatakan bahwa Engkau datang
kepada kami dalam keadaan demikian dan demikian). Ungkapan Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini disampaikan dengan tidak dijelaskan
secara gamblang, namun dalam riwayat lainnya disampaikan secara rinci
apa yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan tersebut, seperti
dalam hadits Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu ada ungkapan :
أَمَا وَاللَّهِ لَوْ شِئْتُمْ لَقُلْتُمْ فَلَصَدَقْتُمْ وَصُدِّقْتُمْ
أَتَيْتَنَا مُكَذَّبًا فَصَدَّقْنَاكَ وَمَخْذُولًا فَنَصَرْنَاكَ
وَطَرِيدًا فَآوَيْنَاكَ وَعَائِلًا فَأَغْنَيْنَاكَ
Demi Allâh, seandainya kalian mau, kalian bisa mengatakan, 'Kalian
berkata benar dan kalian dipercaya; (Kalian bisa menyatakan) Engkau
datang kepada kami dalam keadaan didustakan lalu kami yang
mempercayaimu; Engkau datang kepada kami dalam keadaan kalah lalu kami
menolongmu; (Engkau) datang dalam keadaan terusir lalu kami yang
menampung dan melindungimu serta engkau datang dalam keadaan tidak punya
apa-apa lalu kami mencukupkanmu. [HR Ahmad no. 11305]
Diakhir khutbah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa untuk kaum
Anshâr sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Abu Sa’id al-Khudri
Radhiyallahu anhu :
اللَّهُمَّ ارْحَمْ الْأَنْصَارَ وَأَبْنَاءَ الْأَنْصَارِ وَأَبْنَاءَ أَبْنَاءِ الْأَنْصَارِ
Ya Allâh rahmatilah Anshâr, anak-anak al-Anshâr dan cucu-cucu mereka
قَالَ فَبَكَى الْقَوْمُ حَتَّى أَخْضَلُوا لِحَاهُمْ وَقَالُوا رَضِينَا
بِرَسُولِ اللَّهِ قِسْمًا وَحَظًّا ثُمَّ انْصَرَفَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَفَرَّقْنَا
.
Abu Sa’id menyatakan, 'Lalu kaum Anshâr menangis hingga membasahi
jenggot-jenggot mereka dan mereka berkata, 'Kami telah ridha dengan
pembagian dan bagian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlalu dan kamipun berpisah.
[HR Ahmad no. 11305].
Syaikh al-Alâmah Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah
menjelaskan pengertian hadits ini dengan menyatakan, "Ketika Allâh Azza
wa Jalla menganugerahkan Rasûl-Nya dengan penaklukan kota Makkah pada
bulan Ramadhan tahun kedelapan hijriyah, lalu Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam berangkat menuju kabilah Hawâzin yang telah bersatu
dan dibantu oleh kabilah Tsaqîf. Terjadilah pertempuran dengan mereka di
Hunain. Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan
kemenangan dan harta rampasan perang yang sangat banyak, kemudian Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi-bagikannya kepada orang-orang
yang ada. Diantara mereka adalah para tokoh-tokoh besar yang baru masuk
islam yang masih butuh mendapatkan sentuhan pengikat hati (ta’lîful
qulûb) agar iman bisa kokoh dihati mereka. Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam memberi mereka pemberian yang banyak karena berisi
maslahat. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga masih membagikan
kepada kaum Muhâjirîn, namun tidak memberikan sesuatupun buat kaum
Anshâr.
Dalam hadits yang mulia ini sahabat yang mulia Abdullah bin Zaid
Radhiyallahu anhu menceritakan bahwa mereka mendapati dalam diri mereka
rasa tidak senang, karena mereka tidak diberikan harta rampasan perang
seperti orang-orang lain yang mendapatkannya padahal sama-sama ikut
peperangan. Namun sikap hikmah dan kebijakan Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam mengobati permasalahan ini dapat menghilangkan
semua yang perasaan di jiwa-jiwa mereka. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam pun mengumpulkan kaum Anshâr secara khusus di satu tempat
khusus dan menyampaikan khutbah yang agung dan menyentuh. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan dalam khutbah tersebut semua
anugerah Allâh Azza wa Jalla kepada mereka berupa kedatangan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada mereka yang menyebabkan Allâh Azza
wa Jalla memberikan mereka petunjuk setelah sebelumnya sesat, menyatukan
hati mereka setelah sebelumnya berpecah belah dan memberikan kekayaan
kepada mereka setelah sebelumnya miskin. Para sahabat Anshâr
Radhiyallahu anhum mengakui semua anugerah dan kemurahan Allâh Azza wa
Jalla dan rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun karena rendah
hati dan kemulian akhlak Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
meminta mereka menjawabnya dengan menyebutkan semua perbuatan-perbuatan
baik yang telah mereka lakukan terhadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam yang tidak dilakukan oleh selain mereka. Namun kaum Anshâr
merasa semua yang telah mereka lakukan itu kecil bila dibanding dengan
anugerah dan jasa Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya atau juga karena
memandang semua perbuatan baik mereka adalah anugerah dan jasa Allâh
Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, maka mereka menyatakan, 'Allâh Azza wa
Jalla dan RasulNya lebih besar anugerah dan jasanya.
Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sendiri
semua perbuatan baik tersebut dan menggantikan harta rampasan perang
yang fana (pasti hilang) dengan yang lebih agung dari dunia dan seisinya
yaitu diri Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam sampaikan bahwa orang-orang pergi membawa harta,
sedangkan kaum Anshâr membawa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ke tempat tinggal mereka untuk hidup menetap bersama mereka. Beliaupun
menjelaskan kepada kaum Anshâr seandainya bukan karena hijrah tentulah
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi seorang dari kalangan
Anshâr karena kuatnya hubungan dan dekatnya Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam kepada kaum Anshâr. Lalu Rasulullah n lebih menegaskan kembali
dengan menyerupakan kaum Anshâr dibandingkan kaum yang lain dengan baju
yang menutupi jasad dengan baju yang hanya menutupi bagian atasnya
saja. Juga menjelaskan bahwa orang-orang seandainya melewati wâdi
(lembah) atau jalan kecil digunung, maka Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pasti akan melewati wâdi dan jalan kaum Anshâr. Kemudian Beliau
menjelaskan bahwa mereka akan mendapatkan setelah kematian beliau
monopoli hak atas mereka agar mereka bersiap-siap menghadapinya dan
memantapkan jiwa mereka serta memerintahkan mereka bersabar hingga
meninggal dunia dalam keadaan iman dan menemui Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam di telaganya pada hari kiamat nanti.
Dengan khutbah yang agung dan menyentuh ini kaum Anshâr rela dan
menyadari bahwa mereka adalah kaum yang paling berbahagia dalam
mendapatkan harta rampasan perang tersebut.
(Diambil dari keterangan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ketika
mensyarah hadits ini di kitab Tambîhul Afhâm bi Syarhi Umdatul Ahkâm
3/23-24).
FAIDAH HADITS
Hadits yang mulia di atas memiliki faidah yang sangat banyak sekali, diantaranya:
1. Penetapan adanya muallaf al-qulûb yang telah menerima bantuan dari
ghanimah tersebut. Yang dimaksud muallaf al-qulûb terdiri dari dua
golongan :
a. Orang-orang kafir.
b. Kaum Muslimin.
Bagian pertama, yaitu orang-orang kafir, terbagi lagi menjadi dua kelompok :
- Orang kafir yang diharapkan masuk Islam. Mereka diberi supaya terdorong masuk Islam.
- Orang yang ditakutkan kejahatannya. Mereka diberi zakat agar menahan kejahatannya.
Adapun bagian kedua, yaitu kaum Muslimin maka mereka terbagi menjadi empat kelompok :
- Kaum Muslimin yang diberi dengan harapan orang-orang kafir yang menjadi sejawatnya akan masuk Islam
- Kaum Muslimin yang diberi dengan harapan imannya menjadi semakin kuat.
- Kaum Muslimin yang diberi dengan harapan mau membela dan menolong kaum Muslimin.
- Kaum Muslimin yang tidak mau membayar zakat. Mereka diberi dengan
harapan berkenan membayarnya dikemudian hari. (Nawâzil az-Zakat, hlm.
391).
2. Kaum Mukminin adalah pemilik yang sah atas semua rezeki Allâh Azza wa
Jalla , oleh karena itu semua harta rampasan perang dari harta orang
kafir dinamakan fai’.
3. Kebijakan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam pembagian harta
rampasan perang sesuai dengan tuntutan maslahat Islam dan kaum muslimin.
4. Penetapan adanya telaga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di hari kiamat nanti.
5. Sikap tawaddhu’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
6. Hadits ini menunjukkan keutamaan kaum Anshâr dan keistimewaannya.
7. Pemberitahuan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan peristiwa yang
akan terjadi setelah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat termasuk
tanda-tanda dan bukti kebenaran kenabian dan kerasulannya. Sebab semua
yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan terjadi sesuai yang
diberitakan beliau.
Demikian beberapa faedah hadits yang dapat kami sampaikan dan masih
banyak lagi faedah ilmiyah dari hadits diatas. Semoga para pembaca bisa
mengambil faedah dan manfaat darinya.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Artinya yang pertama kali ada di dunia ini adalah keimanan baru
disusul oleh kekufuran. Sehingga pada dasarnya semua yang ada di dunia
ini adalah hak milik orang-orang yang beriman
0 komentar:
Post a Comment