Oleh
Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy
Pengertian Riba Nasi-ah
Para ulama menyebutkan bahwa nasi-ah artinya mengakhirkan dan
menangguhkan yaitu memberi tambahan pada suatu barang dari dua barang
yang ditukar (dijualbelikan) sebagai imbalan dari diakhirkannya
pembayaran.
Dari Qatadah rahimahullah ia berkata, “Sesungguhnya riba di zaman
Jahiliyyah ialah seseorang menjual barang dengan (pembayaran yang
ditangguhkan) sampai batas waktu tertentu. Apabila batas waktu
pembayaran telah tiba dan orang yang berhutang tidak mampu melunasi
hutangnya, maka si pemberi hutang menambahkan hutangnya dan mengakhirkan
lagi waktu pembayarannya.”
Contohnya: Seseorang menjual 50 sha’ gandum kepada orang lain dengan 100
sha’ sya’ir (gandum yang masih ada kulitnya) dalam jangka waktu
tertentu dengan menghitungkan tambahan sebagai imbalan dari panjangnya
waktu pembayaran. Riba jenis ini sangat terkenal pada masa Jahiliyyah,
lalu al-Qur-an datang untuk mengharamkannya dan melarangnya, juga
mengancam pelakunya, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Usamah
bin Zaid Radhiyallahu anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
لاَ رِبَا إِلاَّ فِى النَّسِيْئَةِ.
“Tidak ada riba kecuali pada nasi-ah.” [HR. Al-Bukhari] [1]
Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari ‘Ubadah bin ash-Shamit
Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ
وَالشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ
بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَداً بِيَدٍ فَإِذَ
اخْتَلَفَتْ هذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ
يَدًا بِيَدٍ.
“(Jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma dan garam dengan garam,
ukurannya harus sama, dan harus dari tangan ke tangan (dilakukan dengan
kontan). Jika jenis-jenisnya tidak sama, maka juallah sesuka kalian
asalkan secara kontan.”
RIBA FADHL
Riba fadhl yaitu memberi tambahan dari salah satu dua barang yang
ditukar (dijualbelikan) yang sama jenisnya. Dan ini hukumnya haram.
Contohnya Anda menjual atau meminjamkan biji-bijian atau uang kepada
seseorang dengan syarat orang tersebut harus mengembalikannya dengan
barang yang sejenis seperti emas dengan emas atau biji dengan
biji-bijian dengan disertai tambahan dari barang yang semisal. Dan
barang tersebut adalah barang-barang ribawi yang apabila diberi tambahan
dari barang semisal akan menjadi riba.
Agar bisa menjauh dari riba fadhl dan tidak terjatuh ke dalamnya serta
terhindar darinya, maka ada dua syarat yang harus dipenuhi ketika
melakukan jual beli barang ribawi, yaitu:
1. Kadarnya harus sama.
2. Harus serah terima barang di tempat transaksi sebelum berpisah.
Adapun jika barang-barang ribawi yang telah disebutkan dalam hadits
berbeda jenisnya, maka tidak masuk dalam riba fadhl. Barang-barang
ribawi yang disebutkan dalam hadits ada enam, yaitu: Emas dengan emas,
perak dengan perak, gandum dengan gandum[2], sya’ir dengan sya’ir, kurma
dengan kurma, dan garam dengan garam.
Inilah harta-harta ribawi yang rentan terjadi riba di dalamnya dan ini
ditetapkan dengan nash dan ijma’. ‘Illat (sebab) diharamkannya riba pada
emas karena keduanya sama-sama berharga. Adapun illat diharamkannya
riba pada kurma, gandum, sya’ir, dan garam karena semuanya dimakan dan
ditakar.
Para ulama رحمهم الله berbeda pendapat tentang barang-barang ribawi yang
enam ini, apakah barang-barang yang lain dapat diqiyaskan dengan keenam
barang tersebut atau tidak. Jumhur ulama berpendapat bahwa setiap
barang yang memiliki kesamaan ‘illat dengan keenam barang ini, seperti
barang tersebut dapat ditakar dan dimakan atau ditimbang dan dimakan,
maka dapat diqiyaskan dengan keenam barang ini.
Azh-Zhahiriyyah berpendapat bahwa barang-barang yang lain tidak dapat
diqiyaskan dengan keenam barang ini dan mereka hanya membatasi hukum
riba pada keenam barang yang sudah disebutkan dan meniadakan qiyas.
JUAL BELI EMAS LAMA DENGAN EMAS BARU
Ini tidak boleh, karena masuk dalam praktek jual beli emas dengan emas
dengan tidak mengetahui adanya tamatsul (kesamaan antara dua barang yang
dijualbelikan). Oleh karena itu, dalam hadits disebutkan:
اَلذَّهَبَ بِالذَّهَبِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَزْنًا
بِوَزْنٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى.
“Emas dengan emas yang sama jenisnya, yang sama timbangan dan dilakukan
dari tangan ke tangan (dengan kontan). Barangsiapa menambahkan atau
meminta tambah, maka itu adalah riba.” [HR. Al-Bukhari]
Agar selamat dari dosa dan larangan dalam masalah ini, maka hendaklah
seorang muslim terlebih dahulu menjual emas lamanya dan mengambil harga
dari penjualan itu, kemudian ia membeli emas yang baru, baik dari toko
tempat ia menjual emas lamanya ataupun dari toko yang lain.
Untaian Nasihat.
Allah Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ
الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ
قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ
وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ
فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ
أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), ‘Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba.’
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabb-nya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu
ada-lah penghuni-penghuni Neraka, mereka kekal di dalamnya."
[Al-Baqarah/2: 275]
Allah Ta’ala berfirman:
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat
dosa." [Al-Baqarah/2 : 276]
Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata:
أُتِيَ لَيْلَةً أُسْرِيَ بِهِ عَلَى قَوْمٍ بُطُوْنُهُمْ كَالْبُيُوْتِ
فِيْهَا الْحَيَّاتُ تُرَى مِنْهُ خَارِجَ بُطُوْنِهِمْ، قَالَ: فَقُلْتُ
مَنْ هَؤُلاَءِ يَا جِبْرِيْلُ؟! قَالَ: هَؤُلاَءِ أَكَلَةُ الرِّبَا.
“Pada malam beliau diisra’kan, beliau didatangkan kepada suatu kaum,
perut-perut mereka (besarnya) seperti rumah, di dalamnya terdapat
ular-ular yang dapat dilihat dari luar perut-perut mereka.” Beliau
berkata, “Lalu aku bertanya, ‘Siapa mereka wahai Jibril?’ Jibril
menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang suka memakan harta riba.’”
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah
Radhiyallahu anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat pemakan riba,
yang memberinya, yang menulisnya, dan dua orang saksinya, dan beliau
bersabda, ‘Mereka semua sama.’”
Dalam Tafsiir Ibni Katsir disebutkan bahwa Ibnu ‘Abbas Radhyallah anhuma berkata:
آكِلَ الرِّبَا يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَجْنُوْنًا يُخْنَقُ.
“Pemakan harta riba akan dibangkitkan pada hari Kiamat seperti orang gila yang tercekik.”
[Disalin dari Kitab Al-Buyuu’: Al-Jaa-izu minhaa wa Mamnuu’ Penulis
Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy, Judul dalam Bahasa Indonesia Jual
Beli Yang Dibolehkan Dan Yang Dilarang, Penerjemah Ruslan Nurhadi, Lc,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Pertama Muharram 1427 H -
Februari 2006 M]
_______
Footnote
[1]. Hadits ini tidak meniadakan jenis riba yang lain, tetapi hadits
mulia ini menunjukkan bahwa riba nasi-ahlah yang paling terkenal saat
itu.-ed.
[2]. Makanan pokok lainnya bisa juga dimasukkan, seperti beras, dan lain-lain berdasarkan qiyas.-penj.
0 komentar:
Post a Comment