Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
Zina adalah dosa besar dan termasuk akbarul kabâir (dosa-dosa besar yang
terbesar) setelah syirik dan membunuh. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ
النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ
وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
Dan orang-orang yang tidak beribarah kepada tuhan yang lain beserta
Allâh dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allâh (membunuhnya)
kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa
melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan)
dosa(nya). [al-Furqân/25:68]
Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla menggabungkan zina dengan syirik dan
pembunuhan. Dan Allâh Azza wa Jalla menjadikan balasan semua itu adalah
siksa berlipat ganda lagi menghinakan, selama pelakunya tidak bertaubat
dan beramal shalih.
Semakna kandungan ayat ini, diriwayatkan dalam hadits yang shahih :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَأَلْتُ أَوْ سُئِلَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الذَّنْبِ عِنْدَ
اللَّهِ أَكْبَرُ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ
قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ
يَطْعَمَ مَعَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ أَنْ تُزَانِيَ بِحَلِيلَةِ
جَارِكَ قَالَ وَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ تَصْدِيقًا لِقَوْلِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ
مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ
اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ}
Dari Abdullâh (bin Mas’ûd) Radhiyallahu anhu, dia berkata: Aku bertanya,
atau Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, 'Dosa apakah
yang paling besar di sisi Allâh?' Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Engkau menjadikan tandingan bagi Allâh, sedangkan Dia telah
menciptakanmu (tanpa sekutu).” Aku bertanya, “Lalu apa?” Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau membunuh anakmu karena
engkau takut dia makan bersamamu.” Aku bertanya, “Lalu apa?” Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau berzina dengan istri
tetanggamu.” Dan turunlah ayat ini membenarkan perkataan Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ
النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ
Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allâh dan
tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allâh (membunuhnya) kecuali dengan
(alasan) yang benar, dan tidak berzina. (al-Furqân/25: 68) [HR. Bukhâri,
no. 4483]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. [al-Isrâ’/17: 32]
Dalam ayat ini Allâh Azza wa Jalla memberitakan kejinya perbuatan zina.
Keji adalah keburukan yang sudah mencapai puncaknya, sehingga kejinya
itu sesuatu yang telah pasti menurut akal. Kemudian Allâh Azza wa Jalla
juga memberitakan akibat zina di kalangan masyarakat manusia, yaitu zina
adalah jalan yang buruk. Karena zina adalah jalan kebinasaan dan
kemiskinan di dunia serta jalan siksaan dan kehinaan di akhirat.
Oleh karena bahaya yag sangat besar dari perzinaan, semua agama
Nabi-Nabi sepakat mengharamkannya, dan hukumannya di dunia dan akhirat
sangat dahsyat.
ARTI ZINA
Istilah zina mencakup semua perbuatan zina, baik yang terkena hukuman
had maupun yang tidak terkena hukuman had, seperti zina mata adalah
melihat wanita yang tidak halal dilihat dan seterusnya. Namun zina dalam
istilah syari’at adalah perbuatan zina yang dikenai hukuman had.
Ulama Hanafiyyah memberikan pengertian zina dengan, “Perbuatan laki-laki
yang menggauli perempuan pada qubulnya (kemaluannya), yang bukan
miliknya (istrinya) atau yang menyerupainya (budak wanitanya).
Ulama Mâlikiyah memberikan pengertian zina dengan, “Perbuatan laki-laki
mukallaf (baligh) Muslim yang menggauli kemaluan manusia, yang bukan
miliknya (istrinya), tanpa syubhat (kesamaran), dengan sengaja.”
Ulama Syâfi’iyah memberikan pengertian zina dengan, “Memasukkan ujung
kemaluan laki-laki atau seukurannya di kemaluan yang diharamkan karena
dzatnya, yang disukai secara tabiat, tanpa syubhat (kesamaran).”
Sedangkan Ulama Hanâbilah memberikan pengertian zina dengan, “Melakukan
perbuatan keji pada kemaluan atau dubur”. [Lihat: al-Mausû’at
al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 24/18]
TINGKATAN DOSA ZINA
Semua perbuatan zina adalah dosa besar, namun dosanya berbeda-beda
tingkatan sesuai dengan keadaannya. Zina dengan mahram atau dengan
wanita yang sudah bersuami lebih besar dosanya daripada dengan wanita
yang bukan mahram atau yang belum bersuami. Zina dengan tetangga lebih
besar dosanya daripada selain tetangga.
HUKUMAN DI DUNIA
Kejinya perbuatan zina juga bisa diketahui dari had (hukuman) yang Allâh
Azza wa Jalla tetapkan untuk kejahatan ini. Allâh Azza wa Jalla
berfirman:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ
جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ
كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ
عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allâh,
jika kamu beriman kepada Allâh dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman. [an-Nûr/24: 2]
Ini adalah had pezina yang belum menikah. Adapun had pezina yang sudah
menikah dan pernah menggauli istrinya, maka dengan dirajam (dilempari)
batu sampai mati.
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُذُوا عَنِّي خُذُوا عَنِّي قَدْ جَعَلَ
اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنَفْيُ
سَنَةٍ وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ وَالرَّجْمُ
Dari 'Ubâdah bin ash-Shâmit, dia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,"Ambillah dariku, ambillah dariku, sesungguhnya
Allâh telah menjadikan bagi jalan (aturan) bagi mereka: Bikr (orang yang
belum menikah) -jika berzina- dengan orang yang belum menikah, didera
100 kali dan diasingkan satu tahun. Tsayib (orang yang sudah menikah)
-jika berzina- dengan orang yang sudah menikah, didera 100 kali dan
rajam. [HR. Muslim, no. 1690; dan lainnya]
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ' sesungguhnya Allâh telah
menjadikan bagi jalan (aturan) bagi mereka', adalah isyarat terhadap
firman Allâh Azza wa Jalla surat an-Nisa' ayat ke-15.
Dan para ulama telah ijma' tentang kewajiban dera 100 kali bagi pezina
yang belum menikah, dan rajam bagi pezina yang sudah menikah.
Namun para ulama berbeda pendapat tentang dera bagi pezina yang sudah
menikah. Sekelompok Ulama berpendapat, wajib digabung antara dera dan
rajam. Namun jumhur Ulama' berpendapat, yang wajib hanya rajam,
berdasarkan perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melakukan
rajam terhadap Mâ'iz dan wanita suku Ghâmidi dengan tanpa melakukan
dera.
Adapun tentang 'diasingkan satu tahun' :
1. Imam Syâfi'i dan jumhur berpendapat wajibnya mengasingkan satu tahun bagi pezina laki-laki atau perempuan.
2. al-Hasan berpendapat, tidak wajib diasingkan.
3. Imam Mâlik dan al-Auzâ'i mengatakan, "Tidak ada pengasingan bagi
wanita". Karena wanita adalah aurat, dan hal itu menyia-nyiakannya dan
menghantarkannya kepada fitnah (musibah). Oleh karena itulah wanita
dilarang bersafar kecuali dengan mahram.
"Orang yang belum menikah (jika berzina) dengan orang yang belum
menikah, orang yang sudah menikah (jika berzina) dengan orang yang sudah
menikah", ini bukan merupakan syarat, namun hukuman bagi pezina yang
belum menikah adalah dera dan diasingkan, baik dia berzina dengan orang
yang belum menikah atau yang sudah menikah. Dan hukuman bagi pezina yang
sudah menikah adalah rajam, baik dia berzina dengan orang yang sudah
menikah atau yang belum menikah.
Dan yang dimaksudkan dengan bikr adalah laki-laki atau perempuan yang
belum pernah berjima' dengan pernikahan yang sah, dan dia orang yang
merdeka, baligh, dan berakal. Dan yang dimaksud dengan tsayib adalah
orang yang pernah melakukan jima' walaupun sekali dalam pernikahan yang
sah. Dan dia orang yang baligh, berakal, dan merdeka. Laki-laki dan
perempuan sama dalam hal ini. Demikian juga orang Islam, kafir, orang
yang cerdas atau dungu. Wallahu a'lam. [Diringkas dari Syarh Muslim, no.
1690, karya Imam Nawawi]
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan para
sahabatnya bahwa zina akan menyebabkan berbagai bencana dan penyakit.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا
إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ
مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمِ الَّذِينَ مَضَوْا
Tidaklah perbuatan keji (zina) dilakukan pada suatu masyarakat dengan
terang-terangan, kecuali akan tersebar wabah penyakit tho’un (penyakit
mematikan) dan penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada orang-orang
dahulu yang telah lewat. [HR. Ibnu Mâjah, no: 4019; al-Bazzar;
al-Baihaqi; dari Ibnu Umar. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam
ash-Shahîhah, no: 106; Shahîh at-Targhîb wat Tarhîb, no: 764; penerbit:
Maktabah al-Ma’arif]
Kalau kita perhatikan hadits ini dan kenyataan manusia di zaman ini,
kita akan mengetahui bahwa hadits ini merupakan salah satu mu’jizat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Alangkah banyaknya penyakit yang timbul
dengan sebab tersebarnya perzinaan di masyarakat. Seperti sipilis,
gonorhe, aids, dan sebagainya. Wahai Allâh ampunilah kami.
HUKUMAN DI AKHIRAT
Selain berbagai keburukan di dunia, maka pelaku zina juga diancam dengan
berbagai siksaan di akhirat. Antara lain yang diberitakan di dalam
hadits di bawah ini:
عَنْ أَبْي أُمَامَةَ الْبَاهِلِىِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- يَقُولُ :« بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ
فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ فَأَتَيَا بِى جَبَلاً وَعْرًا فَقَالاَ لِىَ :
اصْعَدْ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِى سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا أَنَا بِصَوْتٍ
شَدِيدٍ فَقُلْتُ : مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ قَالَ : هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ
النَّارِ ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِى فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ
بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا
فَقُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ فَقِيْلَ : هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ
قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ
ثُمَّ انْطَلَقَ بِي فَإِذَا بِقَوْمٍ أَشَدُّ شَيْءٍ اِنْتِفَاخًا
وَأَنْتَنُهُ رِيْحًا وَأَسْوَئُهُ مَنْظَرًا فَقُلْتُ : مَنْ هَؤُلَاءِ ؟
قِيْلَ : الزَّانُوْنَ وَالزَّوَانِي ثُمَّ انْطَلَقَ بِي فَإِذَا
بِنِسَاءٍ تَنْهَشُ ثَدْيَهُنَّ الْحَيَاتُ قُلْتُ : مَا بَالُ هَؤُلَاءِ ؟
قِيْلَ هَؤُلَاءِ اللَّاتِي يَمْنَعْنَ أَوْلَادَهُنَّ أَلْبَانَهُنَّ
ثُمَّ انْطَلَقَ بِي فَإِذَا أَنَا بِغِلْمَانٍ يَلْعَبُوْنَ بَيْنَ
نَهْرَيْنِ فَقُلْتُ : مَنْ هَؤُلَاءِ ؟ فَقِيْلَ هَؤُلَاءِ ذَرَارِي
الْمُؤْمِنِيْنَ ثُمَّ شُرِفَ بِيْ شَرَفًا فَإِذَا أَنَا بِثَلَاثَةٍ
يَشْرَبُوْنَ مِنْ خَمْرٍ لَهُمْ فَقُلْتُ : مَنْ هَؤُلَاءِ ؟ قَالُوْا :
هَذَا إِبْرَاهِيْمُ وَمُوْسَى وَعِيْسَى وَهُمْ يَنْتَظِرُوْنَكَ
Dari Abu Umâmah al-Bâhili, dia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ketika aku sedang tidur,
tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku, keduanya memegangi kedua
lenganku, kemudian keduanya membawaku ke sebuah gunung yang terjal,
keduanya berkata kepadaku, “Naiklah!” Ketika aku berada di tengah gunung
itu, tiba-tiba aku mendengar suara-suara yang keras, maka aku bertanya,
“Suara apa itu?” Dia menjawab, “Itu teriakan penduduk neraka”. Kemudian
aku dibawa, tiba-tiba aku melihat sekelompok orang tergantung
(terbalik) dengan urat-urat kaki mereka (di sebelah atas), ujung-ujung
mulut mereka sobek mengalirkan darah. Aku bertanya, “Mereka itu siapa?”
Mereka menjawab, “Meraka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum
waktunya”.
Kemudian aku dibawa, tiba-tiba aku melihat sekelompok orang yang
tubuhnya menggelembung sangat besar, baunya sangat busuk, dan
pemandangannya sangat mengerikan. Aku bertanya, “Mereka ini siapa?”
Dijawab, “Meraka adalah para pezina laki-laki dan wanita”.
Kemudian aku dibawa, tiba-tiba aku melihat wanita-wanita yang buah dada
mereka dipatuk ular-ular. Aku bertanya, “Mereka ini siapa?” Dijawab,
“Meraka adalah wanita-wanita yang tidak memberikan asi mereka kepada
anak-anak (bayi) mereka”.
Kemudian aku dibawa, tiba-tiba aku melihat anak-anak kecil bermain-main
di antara dua sungai. Aku bertanya, “Mereka ini siapa?” Dijawab, “Meraka
adalah anak-anak kaum mukminin”.
Kemudian aku dibawa ke tempat yang tinggi, tiba-tiba aku melihat tiga
orang yang sedang minum khamr. Aku bertanya, “Mereka ini siapa?”
Dijawab, “Meraka adalah Ibrahim,Musa, dan ‘Isa. Mereka sedang menunggu”.
[HR. Ibnu Hibban; no. 7491; Dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth]
Sesungguhnya syaitan berusaha untuk menyesatkan dan mencelakakan manusia
dengan berbagai cara, termasuk menjerumuskan ke dalam perzinaan. Maka
kewajiban orang yang ingin selamat dia harus berhati-hati dan menjauhi
zina dan sebab-sebab yang menghantarkan kepada zina. Semoga Allâh selalu
menjaga kita semua dari seluruh keburukan dan membimbing kepada
kebaikan.
Wallâhul Musta’ân.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus 12/Tahun XVII/1435H/2014M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57773 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
0 komentar:
Post a Comment