Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Zakat diwajibkan atas setiap
orang Islam yang telah memenuhi syarat. Selain melaksanakan perintah
Allâh Subhanahu wa Ta’ala, tujuan pensyariatan zakat ialah untuk
membantu umat Islam yang membutuhkan bantuan dan pertolongan. Oleh
karena itu, syariat Islam memberikan perhatian besar dan memberikan
kedudukan tinggi pada ibadah zakat ini.
Kedudukan zakat dalam Islam
sudah banyak diketahui oleh kaum Muslimin secara garis besarnya, namun
untuk menegaskan pentingnya masalah zakat ini perlu dirinci kembali
permasalahan ini dalam bentuk yang lebih jelas dan gamblang.
KEDUDUKAN ZAKAT DALAM ISLAM
Kedudukan dan arti penting zakat dapat dilihat dari beberapa hal berikut:
1. Zakat adalah rukun Islam yang ketiga dan salah satu pilar bangunannya
yang agung berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar
Radhiyallahu anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهاَدَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
وَأَنْ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ وَإِقاَمِ الصَّلاَةِ وَإِيْتاَءِ
الزَّكَاةِ وَصَومِ رَمَضَانَ وَحَجِّ البَيْتِ لِمَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ
سَبِيْلأ
Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat bahwa tidak ada Rabb yang
haq selain Allâh dan bahwa Muhammad adalah utusan Allâh, menegakkan
shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan dan haji ke Baitullah bagi
siapa yang mampu [Muttafaqun ‘alaihi]
2. Allâh Azza wa Jalla menyandingkan perintah menunaikan zakat dengan
perintah melaksanakan shalat di dua puluh delapan tempat dalam
al-Qur`ân.[1] Ini menunjukkan betapa urgen dan tinggi kedudukannya dalam
Islam. Kemudian penyebutan kata shalat dalam banyak ayat di al-Qur`ân
terkadang disandingkan dengan iman dan terkadang dengan zakat. Terkadang
ketiga-tiganya disandingkan dengan amal shalih adalah urutan yang
logis. Iman yang merupakan perbuatan hati adalah dasar, sedangkan amal
shalih yang merupakan amal perbuatan anggota tubuh menjadi bukti
kebenaran iman. Amal perbuatan pertama yang dituntut dari seorang mukmin
adalah shalat yang merupakan ibadah badaniyah (ibadah dengan gerakan
badan) kemudian zakat yang merupakan ibadah harta. Oleh karena itu,
setelah ajakan kepada iman didahulukan ajakan shalat dan zakat sebelum
rukun-rukun Islam lainnya. Ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbâs
Radhiyallahu anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamsaat beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’âdz Radhiyallahu anhu ke
Yaman, beliau bersabda kepadanya:
إِنَّكَ تَأتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الكِتَابِ فاَدْعُهُمْ إِلىَ شَهاَدَةِ
أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ فإَِنْ
هُمْ أَطاَعُوكَ لِذلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ اِفْتَرَضَ عَلَيْهِمْ
خَمْسَ صَلواتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَليَلْةٍ فإَِنْ هُمْ أَطاَعُوكَ
لِذلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ اِفْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً
تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِياَئِهِمْ فَتُرَدُّ عَلىَ فُقَرَائِهِمْ
Sesungguhnya kamu akan datang kepada suatu kaum dari ahli kitab, ajaklah
mereka kepada syahadat bahwa tidak ada Rabb yang haq selain Allâh dan
bahwa aku adalah utusan Allâh, bila mereka mematuhi ajakanmu, maka
katakanlah kepada mereka bahwa Allâh mewajibkan atas mereka shalat lima
waktu dalam sehari semalam, bila mereka mematuhi ajakanmu maka katakan
kepada mereka bahwa Allâh mewajibkan sedekah yang diambil dari
orang-orang kaya dari mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin
dari mereka [2]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamhanya menyebutkan shalat dan zakat
(dalam hadits di atas) karena besarnya perhatian terhadap keduanya dan
keduanya didahulukan sbelumnya selainnya dalam berdakwah kepada Islam.
Juga dalam rangka mengikuti prinsip at-tadarruj (bertahap fase demi
fase) dalam menjelaskan kewajiban-kewajiban Islam.[3]
Dan masih banyak lagi dalil-dalil dari al-Qur’an maupun al-hadits yang menunjukkan kedudukan zakat yang tinggi dalam Islam.
TUJUAN-TUJUAN SYAR’I DIBALIK KEWAJIBAN ZAKAT[4]
Islam telah menetapkan zakat sebagai kewajiban dan menjadikannya sebagai
salah satu rukunnya serta memposisikannya pada kedudukan tinggi lagi
mulia. Karena dalam pelaksanaan dan penerapannya mengandung
tujuan-tujuan syar'i (maqâshid syari’at) yang agung yang mendatangkan
kebaikan dunia dan akhirat, baik bagi si kaya maupun si miskin. Di
antara tujuan-tujuan tersebut adalah :
1. Membuktikan Penghambaan Diri Kepada Allâh Azza wa Jalla Dengan Menjalankan Perintah-Nya.
Banyak dalil yang memerintahkan agar kaum Muslimin melaksanakan
kewajiban agung ini, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla firmankan dalam
banyak ayat, diantaranya :
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” [al-Baqarah/2:43]
Allâh Azza wa Jalla juga menjelaskan bahwa menunaikan zakat merupakan
sifat kaum Mukminin yang taat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا
اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allâh ialah orang-orang yang
beriman kepada Allâh dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allâh,
maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang
yang mendapat petunjuk. [at-Taubah/9:18]
Seorang mukmin menghambakan diri kepada Allâh Azza wa Jalla dengan
menjalankan perintah-Nya melalui pelaksanaan kewajiban zakat sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan syari’at.
Zakat bukan pajak. Zakat adalah ketaatan dan ibadah kepada Allâh Azza wa
Jalla yang dilakukan oleh seorang Mukmin demi meraih pahala dan balasan
di sisi Allâh Azza wa Jalla . Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ
وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Rabbnya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati. [al-Baqarah/2:277].
Juga firman-Nya.
لَٰكِنِ الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ مِنْهُمْ وَالْمُؤْمِنُونَ
يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ
وَالْمُقِيمِينَ الصَّلَاةَ ۚ وَالْمُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالْمُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أُولَٰئِكَ سَنُؤْتِيهِمْ أَجْرًا عَظِيمًا
“Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan
orang-orang Mukmin, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan
kepadamu (al-Quran), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan
orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman
kepada Allâh dan hari Kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami
berikan kepada mereka pahala yang besar.” [an-Nisa`/4:162]
2. Mensyukuri Nikmat Allâh Dengan Menunaikan Zakat Harta Yang Telah
Allâh Azza wa Jalla Limpahkan Sebagai Karunia Kepada Manusia.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."
[Ibrâhim/14:7]
Mensyukuri nikmat adalah kewajiban seorang muslim, dengannya nikmat akan
langgeng dan bertambah. Imam as-Subki rahimahullah mengatakan,
“Diantara makna yang terkandung dalam zakat adalah mensyukuri nikmat
Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Ini berlaku umum pada seluruh taklief
(beban) agama, baik yang berkaitan dengan harta maupun badan, karena
Allâh Azza wa Jalla telah memberikan nikmat kepada manusia pada badan
dan harta. Mereka wajib mensyukuri nikmat-nikmat tersebut, mensyukuri
nikmat badan dan nikmat harta. Hanya saja, meski sudah kita tahu itu
merupakan wujud syukur atas nikmat badan atau nikmat harta, namun
terkadang kita masih bimbang. Zakat masuk kategori ini.” [5]
Membayar zakat adalah pengakuan terhadap kemurahan Allâh, mensyukuri-Nya
dan menggunakan nikmat tersebut dalam keridhaan dan ketaatan kepada
Allâh Azza wa Jalla .
3.Menyucikan Orang Yang Menunaikan Zakat Dari Dosa-Dosa.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan doakanlah mereka. Sesungguhnya
doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allâh Maha
mendengar lagi Maha mengetahui. [at-Taubah/9:103].
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya kewajiban membayar
zakat dalam ayat di atas berkaitan dengan hikmah pembersihan dari
dosa-dosa.”[6]
Ada juga hadits yang menegaskan makna di atas, sebagaimana dalam hadits
Muadz bin Jabal Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda :
الصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئ ُالمَاءُ النَّارَ
Sedekah itu bisa memadamkan kesalahan sebagaimana air memadamkan
api.”[HR. Ahmad 5/231 dan at-tirmidzi no. 2616 dan dishahihkan al-Albani
dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi]
Ayat di atas mengumpulkan banyak tujuan dan hikmah syar'i yang
terkandung dalam kewajiban zakat. Tujuan-tujuan dan hikmah-hikmah itu
terangkum dalam dua kata yang muhkam yaitu, “Dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka.”
4. Membersihkan Orang Yang Menunaikannya Dari Sifat Bakhil.
Al-Kâsâni rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya zakat membersihkan jiwa
orang yang menunaikannya dari kotoran dosa dan menghiasi akhlaknya
dengan sifat dermawan dan pemurah. Juga membuang kekikiran dan
kebakhilan, karena tabiat jiwa sangat menyukai harta benda. Zakat dapat
membiasakan orang menjadi pemurah, melatih menunaikan amanat dan
menyampaikan hak-hak kepada pemiliknya. Semua itu terkandung dalam
firman Allâh Azza wa Jalla :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.[7]
Kikir adalah penyakit yang dibenci dan tercela. Sifat ini menjadikan
manusia berupaya untuk selalu mewujudkan ambisinya, egois, cinta hidup
di dunia dan suka menumpuk harta. Sifat ini akan menumbuhkan sikap
monopoli terhadap semua. Tentang hakikat ini, Allâh Azza wa Jalla
berfirman :
وَكَانَ الْإِنْسَانُ قَتُورًا
Dan manusia itu sangat kikir. [al-Isrâ`/17:100]
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ
Walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. [an-Nisâ`/4:128]
Sifat kikir ini merupakan faktor terbesar yang menyebabkan manusia
sangat tergantung kepada dunia dan berpaling dari akhirat. Sifat ini
menjadi sebab kesengsaraan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِوَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الخَمِيْصَةِ إِنْ
أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا
شِيْكَ فَلاَ اْنَتقَشَ
Sengsara hamba dinar, sengsara hamba dirham, sengsara hamba khamishah !
Bila dia diberi maka dia rela, bila tidak maka dia murka, sengsara dan
tersungkurlah dia, bila dia tertusuk duri maka dia tidak akan
mencabutnya. [8]
Cinta dunia dan harta adalah salah satu sumber dosa dan kesalahan. Bila
seseorang terselamatkan darinya dan terlindungi dari sifat kikir maka
dia akan sukses, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla yang artinya,
“Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang
orang yang beruntung.” [al-Hasyr/59:9]
Allâh Azza wa Jalla berfirman tentang orang-orang yang kikir lagi bakhil,
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ
فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ
مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allâh
berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu
baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka.
harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di
hari kiamat. [Ali Imrân/3:180]
al-Fakhrurrazi rahimahullah berkata, “Kecintaan mendalam terhadap harta
bisa melalaikan jiwa dari kecintaan kepada Allâh dan persiapan
menghadapi kehidupan akhirat. Hikmah Allâh Azza wa Jalla menuntut agr
pemilik harta mengeluarkan sebagian harta yang dipegangnya; Agar apa
yang dikeluarkan itu menjadi alat penghancur ketamakan terhadap harta,
pencegah agar jiwa tidak berpaling kepada harta secara total dan sebagai
pengingat agar jiwa sadar bahwa kebahagiaan manusia tidak bisa tercapai
dengan sibuk menumpuk harta. Akan tetapi kebahagian itu akan terwujud
dengan menginfakkan harta untuk mencari ridha Allâh Azza wa Jalla .
Kewajiban zakat adalah terapi tepat dan suatu keharusan untuk
melenyapkan kecintaan kepada dunia dari hati. Allâh Azza wa Jalla
mewajibkan zakat untuk hikmah mulia ini. Inilah yang dimaksud oleh
firman-Nya, yang artinya, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka.” Yakni membersihkan dan mensucikan mereka dari sikap
berlebih-lebihan dalam menuntut dunia.” [9]
5. Membersihkan Harta Yang Dizakati.
Karena harta yang masih ada keterkaitan dengan hak orang lain berarti
masih kotor dan keruh. Jika hak-hak orang itu sudah ditunaikan berarti
harta itu telah dibersihkan. Permasalahan ini diisyaratkan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallamsaat beliau n menjelaskan alasan kenapa
zakat tidak boleh diberikan kepada keluarga beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam ? Yaitu karena zakat adalah kotoran harta manusia.
6. Membersihkan Hati Orang Miskin Dari Hasad Dan Iri Hati Terhadap Orang Kaya.
Bila orang fakir melihat orang disekitarnya hidup senang dengan harta
yang melimpah sementara dia sendiri harus memikul derita kemiskinan,
bisa jadi kondisi ini menjadi sebab timbulnya rasa hasad, dengki,
permusuhan dan kebencian dalam hati orang miskin kepada orang kaya.
Rasa-rasa ini tentu melemahkan hubungan antar sesama Muslim, bahkan
berpotensi memutus tali persaudaraan.
Hasad, dengki dan kebencian adalah penyakit berbahaya yang mengancam
masyarakat dan mengguncang pondasinya. Islam berupaya untuk mengatasinya
dengan menjelaskan bahayanya dan dengan pensyariatan kewajiban zakat.
Ini adalah metode praktis yang efektif untuk mengatasi penyakit-penyakit
tersebut dan untuk menyebarkan rasa cinta dan belas kasih di antara
anggota masyarakat. [10]
Orang yang menunaikannya akan dilipatgandakan kebaikannya dan
ditinggikan derajatnya. Ini termasuk tujuan syar'i yang penting. Allâh
Azza wa Jalla berfirman.
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ
حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ
ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allâh adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allâh
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allâh
Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.” [al-Baqarah/2:261]
7. Menghibur Dan Membantu Orang Miskin.
Al-Kâsâni rahimahullah berkata, “Pembayaran zakat termasuk bantuan
kepada orang lemah dan pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Zakat
membuat orang lemah menjadi mampu dan kuat untuk melaksanakan tauhid dan
ibadah yang Allâh wajibkan, sementara sarana menuju pelaksanaan
kewajiban adalah wajib.” [11]
8. Pertumbuhan Harta Yang Dizakati.
Telah diketahui bersama bahwa di antara makna zakat dalam bahasa Arab
adalah pertumbuhan. Kemudian syariat telah menetapkan makna ini dan
menetapkannya pada kewajiban zakat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Allâh memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allâh tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.”
(al-Baqarah/2:276). Yakni menumbuhkan dan memperbanyak. [12]
Juga firman-Nya, yang artinya, "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan,
maka Allâh akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rizki yang
sebaik-baiknya.” (Saba`/34:39). Yakni Allâh menggantinya di dunia dengan
yang semisalnya dan di akhirat dengan pahala dan balasan. [13]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ العِبَادُ إِلاَّ وَمَلكَانِ يَنْزِلاَنِ
فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اَللهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقاً خَلَفاً وَيَقُولُ
الآخَرُ اللهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكاً تَلَفاً
Tidak ada satu hari di mana manusia mendapatkan waktu pagi kecuali ada
dua malaikat turun, salah satu dari keduanya berkata, ‘Ya Allâh
berikanlah pengganti kepada orang yang berinfak.’ Sedangkan yang lainnya
berkata, ‘Ya Allâh berikanlah kebinasaan kepada orang yang menahan.”
[Muttafaqun ‘alaihi]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamjuga bersabda :
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
Sedekah tidak mengurangi harta. [HR Muslim]
9. Mewujudkan Solidaritas Dan Kesetiakawanan Sosial.
Zakat adalah bagian utama dari rangkaian solidaritas sosial yang
berpijak kepada penyediaan kebutuhan dasar kehidupan. Kebutuhan dasar
kehidupan itu berupa makanan, sandang, tempat tinggal (papan),
terbayarnya hutang-hutang, memulangkan orang-orang yang tidak bisa
pulang ke negara mereka, membebaskan hamba sahaya dan bentuk-bentuk
solidaritas lainnya yang ditetapkan dalam Islam. Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda :
مَثَلُ المُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ
كَمَثَلِ الجَسَدِ الوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ
سَائِرُ الجَسَدِ باِلسَهْرِ وَالحُمَّى
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam sikap saling menyayangi, mengasihi
dan melindungi adalah seperti jasad yang satu, bila ada satu anggota
jasad yang sakit maka anggota lainnya akan ikut merasakannya dengan
tidak tidur dan demam. [HR Muslim]
10. Menumbuhkan Perekonomian Islam.
Zakat mempunyai pengaruh positif yang sangat signifikan dalam mendorong
gerak roda perekonomian Islam dan mengembangkannya. Karena pertumbuhan
harta individu pembayar zakat memberikan kekuatan dan kemajuan bagi
ekonomi masyarakat. Sebagaimana juga zakat dapat menghalangi penumpukan
harta di tangan orang-orang kaya saja. Allâh Azza wa Jalla berfirman,
yang artinya, "Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang
kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka
terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh amat keras hukumanNya.”
[al-Hasyr/59:7]
Keberadaan uang di tangan kebanyakan anggota masyarakat mendorong
pemiliknya untuk membeli keperluan hidup, sehingga daya beli terhadap
barang meningkat. Keadaan ini dapat meningkatkan produksi yang menyerap
tenaga kerja dan membunuh pengangguran. [14]
11. Dakwah Kepada Allâh Azza wa Jalla .
Di antara tujuan mendasar zakat adalah berdakwah kepada Allâh dan
menyebarkan agama serta menutup hajat fakir-miskin. Semua ini mendorong
mereka untuk lebih lapang dada dalam menerima agama dan menaati Allâh
Azza wa Jalla .
Demikian banyaknya faedah dan hikmah pensyariatan zakat lainnya yang
belum disampaikan, namun semua yang telah disampaikan diatas sudah cukup
menunjukkan betapa penting dan bergunanya zakat dalam kehidupan
individu dan masyarakat Islam.
Semoga ini bisa lebih memotivasi kita untuk menunaikannya. Apalagi bila
melihat kepada manfaat yang akan muncul dari pensyariatan zakat ini.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XV/1432/2011M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Lihat al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâzhil Qur`ân al-Karîm , Muhammad Fuâd ‘Abdul Bâqi hlm. 421
[2]. HR. al-Bukhâri no. 4347 dan Muslim no. 130.
[3]. Lihat Nailul Authâr 2/479
[4]. Maksud dari tujuan syar'i adalah makna-makna dan hikmah-hikmah
serta rahasia-rahasia yang terkandung dalam sesuatu yang disyariatkan
oleh peletak syariat. Lihat Maqashid asy-Syari’ah al-Islamiyyah karya
Thahir Asyur 2/51 dan Qawaid al-Wasail karya Mushthafa Karamatullah
Makhdum hal. 34.
[5]. Fatawa al-Imam as-Subki 1/198.
[6]. Al-Majmu’ 5/197.
[7]. Bada`i’ ash-Shana`i’ wa Tartib asy-Syara`i’ 2/7.
[8]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari adari Abu Hurairah Kitab al-Jihad Bab al-Hirasah fil Ghazwi fi Sabilillah no. 2886.
[9]. At-Tafsir al-Kabir 16/81.
[10]. Lihat Fiqhuz Zakah 2/930.
[11]. Bada`i’ ash-Shana`i’ wa Tartib asy-Syara`i’ 2/7.
[12]. Tafsir Ibnu Katsir 1/311.
[13]. Tafsir Ibnu Katsir 3/519.
[14]. Lihat Atsaru az-Zakah ala Tasyghil al-mawarid al-Iqtishadiyah hal
145, Khuthuth Raisah fil Iqtishad al-Islami hal. 15-16 dan az-Zakah wa
Tathbiqatuha al-Muashirah hal. 23.
0 komentar:
Post a Comment