Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حَفِظَهُ الله تَعَالَى
جَـاءَ حَبْـرٌ مِنَ الْأَحْـبَارِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ، فَقَالَ: يَا مُـحَمَّد ، أَوْ يَا أَبَا الْقَاسِم ، إِنَّ
الله تَعَالَى يُمْسِكُ السَّمَوَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى إِصْبَعٍ ،
وَالأَرَضِيْنَ عَلَى إِصْبَعٍ ، وَالْـجِبَالَ وَالشَّجَرَ عَلَى إِصْبَع
، وَالْـمَاءَ وَالثَّرَى عَلَى إِصْبَع ، وَسَائِرَ الْـخَلْقِ عَلَى
إِصْبَعٍ ، ثُمَّ يَهُزُّهُنَّ فَيَقُوْلُ : أَنَا الْـمَلِكُ ، أَنَا
الْـمَلِكُ. فَضَحِكَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
(حَتَّى يَدَتْ نَوَاجِذُهُ) تَعَجُّبًا مِمَّـا قَالَ الْـحَبْرُ ،
تَصْدِيْقًا لَهُ. ثُمَّ قَرَأَ : وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ
وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ
مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Seorang ulama Yahudi datang kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, dia berkata, ‘Wahai Muhammad atau wahai Abul Qâsim, kami
mendapati (dalam Taurat) bahwa Allâh meletakkan langit-langit di atas
satu jari, bumi-bumi di atas satu jari, pohon-pohon di atas satu jari,
air di atas satu jari, tanah di atas satu jari, dan seluruh makhluk di
atas satu jari, kemudian Dia berfirman, ‘Aku-lah Raja. Aku-lah Raja.’
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa (sehingga gigi
gerahamnya terlihat) karena senang mengakui kebenaran ucapan ulama
Yahudi tersebut. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca
firman Allâh Azza wa Jalla , “Dan mereka tidak mengagungkan Allâh dengan
pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam
genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan
kanan-Nya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka
persekutukan.” [az-Zumar/39:67]
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh:
1. Al-Bukhari dalam Shahîh-nya (no. 4811, 7414, 7415, 7451, 7513),
2. Muslim dalam Shahîh-nya (no. 2786),
3. Ahmad (1/429, 457),
4. An-Nasâ-i dalam Kitab at-Tafsîr (no. 470, 471, 472) dan as-Sunan al-Kubra (no. 11386-11388),
5. At-Tirmidzi dalam Sunannya (no. 3238, 3239),
6. Ibnu Khuzaimah dalam at-Tauhîd (1/180-181 no. 123, 124, 128),
7. Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitab as-Sunnah (no. 541-544),
8. Al-Âjurri dalam asy-Syari’ah (no. 736, 737, 738),
9. Al-Lâlikâ-i dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah (no. 706),
10. Abdullah bin Imam Ahmad dalam Kitâbus Sunnah (no. 490),
11. Al-Baihaqi dalam al-Asmâ’ was Shifât (II/68-69),
12. Ibnu Mandah dalam ar-Radddu ‘alal Jahmiyyah (no. 64).
13. At-Thabari dalam tafsirnya (no. 30217-30219).
Hadits ini diriwayatkan juga dari Shahabat Ibnu ‘Umar Radhiyallahu
anhuma, Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dan Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu
anhu .
MAKNA MUFRADAT
حَبْرٌ (habrun) artinya seorang dari pendeta yahudi. Dia lihai dalam
mengolah, membaguskan dan memperindah pembicaraan. Dinamakan habr (orang
alim) karena ilmunya berpengaruh ke dalam hati manusia.
اَلثَّرَى : (ats-tsara) artinya tanah yang basah, dan maksudnya di sini adalah bumi.
سَائِرُ الْـخَلْق : (sâ-irul khalq) artinya yang tersisa dari mereka (dari makhluk yang lain).
الشَّجَرُ : (asy-syajaru) artinya tumbuhan yang mempunyai batang yang
kuat, seperti pohon kurma dan yang lain. Maksudnya semua jenis pohon.
نَوَاجِذُهُ : (nawâjidzuhu), jamak dari نَاجِذٌ (nâjidzun), yaitu gigi
geraham yang paling ujung, ada yang mengatakan : gigi taring. Ada juga
yang mengatakan, apa yang ada di antara gigi seri dan gigi geraham. Ada
pula yang mengatakan, gigi yang terlihat pada saat tertawa.
يَهُزُّهُنَّ : (yahuzzuhunna), yaitu menggerakkannya.
اَلْجّبَّارُوْنَ : (al-jabbârûn), jamak dari jabbâr, yaitu yang sombong dan berkuasa.
اَلْـمُتَكَبِّرُوْن : (al-mutakabbirûn), jama’ dari Mutakabbir, yaitu
orang yang merasa dirinya besar (angkuh) dan menolak kebenaran.
SYARAH HADITS
Seorang ‘alim dari ulama Yahudi menyebutkan kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam apa yang mereka dapatkan dalam kitab mereka, Taurat,
yaitu penjelasan tentang keagungan Allâh, kecilnya semua makhluk di
hadapan-Nya Azza wa Jalla, dan bahwa Allâh meletakkannya di atas jari
jemari-Nya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenarkannya,
senang dengannya, dan membacakan ayat al-Qur'ân yang membenarkannya.
Hadits-hadits di atas dan yang semakna dengannya menunjukkan keagungan
Allâh Azza wa Jalla , keagungan kekuasaan-Nya. Allâh Azza wa Jalla telah
memperkenalkan diri-Nya kepada para hamba-Nya dengan sifat-sifat-Nya
dan keajaiban makhluk-makhluk-Nya. Semuanya menunjukkan dan mengenalkan
kesempurnaan-Nya, bahwa Dia satu-satunya yang berhak diibadahi, tidak
ada sekutu bagi-Nya dalam rububiyyah dan uluhiyyah-Nya. Firman Allâh
Azza wa Jalla :
ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
Demikianlah, karena sesungguhnya Allâh, Dia-lah yang hak dan
sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allâh itulah yang
batil; dan sesungguhnya Allâh Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.
[Luqmân/31:30]
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّىٰ
يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ
عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka
bahwa al-Qur'ân itu benar. Dan apakah Rabbmu tidak cukup (bagi kamu)
bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu.” [Fush-shilat/41:53]
Hadits-hadits di atas menetapkan sifat-sifat bagi Allâh sesuai dengan
kebesaran dan kemuliaan-Nya dengan tanpa tamtsîl dan juga menetapkan
kesucian Allâh Azza wa Jalla dari sifat-sifat yang tidak layak tanpa
ta’thîl. Inilah yang ditunjukkan oleh nash-nash al-Qur'ân dan as-Sunnah,
yang diyakini oleh salaful ummah dan para Imam mereka, dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik, serta meneladani jejak mereka di atas
Islam dan iman.
Perhatikanlah apa yang terkandung dalam hadits-hadits shahih ini, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengagungkan Rabb-nya dengan menyebutkan
sifat-sifat kesempurnaan-Nya sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenarkan berita orang-orang Yahudi
tentang sifat-sifat Allâh yang menunjukkan kebesaran-Nya.
Perhatikanlah hadits-hadits ini, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menetapkan sifat ‘uluww (sifat ketinggian) bagi Allâh Azza wa Jalla di
atas ‘Arsy-Nya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang
sifat-sifat Allâh dengan jelas dan tegas.
Menetapkan sifat tangan bagi Allâh Azza wa Jalla , menetapkan sifat
jari-jemari Allâh Azza wa Jalla . Sesungguhnya Allâh Mahabesar, semua
makhluk-Nya berada di jari-jemari Allâh Azza wa Jalla , langit dan bumi
digenggam di tangan kanan Allâh Yang Maha Mulia dan Maha Besar. Langit
digulung oleh Allâh Azza wa Jalla seperti menggulung lembaran kertas.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
يَوْمَ نَطْوِي السَّمَاءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ ۚ كَمَا
بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ ۚ وَعْدًا عَلَيْنَا ۚ إِنَّا كُنَّا
فَاعِلِينَ
(Yaitu) pada hari Kami menggulung langit sebagai menggulung
lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan
pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah janji yang pasti Kami
tepati;sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.”
[al-Anbiyâ’/21:104]
Kita wajib menetapkan semua sifat-sifat Allâh sebagaimana yang Allâh
Azza wa Jalla tetapkan dalam al-Qur'ân dan ditetapkan oleh Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Tidak boleh seorang pun mengingkarinya,
mentakwil atau mentahrif (memalingkan dari makna yang sebenarnya kepada
makna yang lain) dan tidak boleh tamtsil atau tasybih (menyamakan Allâh
dengan makhluk-Nya).
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
… Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan Dia-lah Yang Mahamendengar dan Mahamelihat.” [asy-Syûrâ/42:11]
Para Shahabat Radhiyallahu anhum menerima sifat-sifat Rabb yang
dijelaskan dan ditetapkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa
sifat-sifat kesempurnaan dan sifat-sifat keagungan; Mereka
mengimaninya; Mereka beriman kepada kitab Allâh dan sifat-sifat Allâh
yang Maha Mulia lagi Maha tinggi yang terkandung di dalamnya,
sebagaimana Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا
… Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, ‘Kami beriman kepada
ayat-ayat yang mutasyâbihât, semuanya itu dari sisi Rabb kami …. ” [Ali
‘Imrân/3:7]
Demikian pula para tabi’in dan tabi’ut tabi’in, para Imam, baik dari
kalangan ahli hadits maupun ahli fiqih, seluruhnya menyifati Allâh Azza
wa Jalla dengan sifat-sifat yang Allâh sematkan dan tetapkan untuk
diri-Nya serta sifat-sifat yang dipergunakan oleh Rasul-Nya untuk Allâh
Azza wa Jalla . Mereka tidak memungkiri sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla
sedikitpun.
Tidak ada seorang pun dari mereka yang berkata, “Maksud dari ayat-ayat
tentang sifat ini bukanlah zhahirnya atau bukan yang tersurat.”
Tidak ada juga yang mengatakan bahwa menetapkan ataupun mengakui
sifat-sifat itu sebagai sifat bagi Allâh Azza wa Jalla berarti
menyamakan Allâh dengan makhluk. Bahkan sebaliknya, mereka sangat
mengingkari siapa saja yang mengatakan demikian dengan pengingkaran yang
keras. Demi membantah syubhat-syubhat ini mereka menulis kitab-kitab
besar yang terkenal yang ada di tangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Ini adalah kitab
Allâh Azza wa Jalla , dari awal hingga akhir, Sunnah Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , perkataan para Shahabat Radhiyallahu
anhum dan tabi’in, perkataan Ulama-ulama lainnya menetapkan, baik dalam
bentuk nash maupun dalam bentuk zhahir bahwa Allâh di atas segala
sesuatu, di atas langit-Nya, Allâh di atas ‘Arsy-Nya, bersemayam di
atasnya, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
…KepadaNya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkan-Nya… [Fâthir/35:10]
Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا
هِيَ تَمُورُ﴿١٦﴾أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ
عَلَيْكُمْ حَاصِبًا ۖ فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ
Apakah kamu merasa aman dari Allâh yang (berkuasa) di langit bahwa Dia
akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu sehingga dengan tiba-tiba bumi
itu bergoncang? Atau apakah kamu merasa aman dari Allâh yang (berkuasa)
di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak
kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku.”
[al-Mulk/67:16-17][1]
Firman Allâh Azza wa Jalla :
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ
إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu [as-Sajdah/32:5]
يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ
Mereka takut kepada Rabb mereka yang di atas mereka...” [an-Nahl/16:50]
تَنْزِيلًا مِمَّنْ خَلَقَ الْأَرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلَى﴿٤﴾الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ
Yaitu diturunkan dari Allâh yang menciptakan bumi dan langit yang
tinggi. (Yaitu) Rabb yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas ‘Arsy.”
[Thâhâ/20:4-5]
Para Imam rahimahullah telah menyebutkan perkataan-perkataan pada
Shahabat dan tabi’in dalam kitab-kitab yang mereka susun untuk membantah
orang-orang yang mengingkari sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla seperti
kalangan Jahmiyyah, Mu’tazilah, Asy’ariyyah dan semisal mereka.
Diriwayatkan Sufyan bin Uyainah rahimahullah bahwa dia berkata, ‘Ketika
Rabi’ah bin Abdurrahman ditanya, 'Bagaimana Allâh bersemayam ?’ Dia
menjawab, ‘Bersemayam telah diketahui, bagaimananya tidak diketahui,
dari Allâh risâlah, tugas Rasul menyampaikan, dan kewajiban kita adalah
mengimani.’”[2]
Ibnu Wahab rahimahullah berkata, 'Kami pernah duduk bersama Imam Mâlik
rahimahullah , kemudian seorang laki-laki masuk dan berkata, “Wahai Abu
Abdullah, “(yaitu) Rabb Yang Mahapemurah yang bersemayam di atas ‘Arsy.”
Bagaimana Dia bersemayam ?’ Imam Malik rahimahullah tertunduk dan
berkeringat, lalu dia menjawab, “Rabb Yang Maha Pemurah yang bersemayam
di atas ‘Arasy. adalah sebagaimana yang Allâh sifatkan untuk Diri-Nya,
dan tidak pantas bertanya bagaimana ? Karena tentang bagaimananya tidak
dapat diketahui. Kamu adalah pelaku bid’ah. Keluarkan dia !”
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Asmâ was Shifât dengan sanad shahih
dari Ibnu Wahab. Dia juga meriwayatkannya dari Yahya bin Yahya, dan
lafazhnya, Mâlik rahimahullah menjawab, “Bersemayam telah diketahui,
bagaimananya tidak diketahui, beriman kepadanya adalah wajib, dan
bertanya tentangnya adalah bid’ah.”[3]
Adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Lihatlah mereka, bagaimana mereka
menetapkan sifat bersemayam bagi Allâh Azza wa Jalla . Mereka
mengabarkan bahwa makna bersemayam itu telah diketahui, lafazhnya tidak
memerlukan penafsiran, dan mereka menafikan pengetahuan tentang
bagaimana sifat (cara) bersemayam tersebut.[4]
Dari Ali bin al-Husain bin Syaqiq, dia berkata, aku mendengar Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah berkata :
نَعْرِفُ رَبَّـنَا بِأَنَّـهُ فَوْقَ سَبْعِ سَمَـاوَاتِهِ عَلَى
الْـعَرْشِ اسْتَوَى ، بَائِنٌ مِنْ خَلْقِهِ وَلاَ نَقُوْلُ كَمَـا
قَالَتِ الْـجَهْمِيَّةُ
Kami mengenal Rabb kami bahwa Dia di atas langit-Nya yang tujuh,
bersemayam di atas ‘Arsy, terpisah dari makhluk-Nya, dan kami tidak
berkata seperti perkataan Jahmiyyah.”[5]
Al-Auzâ’i rahimahullah berkata, “Kami berkata –dengan para tabi’in yang
berjumlah besar (banyak)-, ‘Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala
terpisah dari makhluk-Nya, dan kami beriman kepada apa yang tercantum di
dalam as-Sunnah.”[6]
Kemudian dia menyebutkan dengan sanadnya, dari Mâlik, dia berkata, “Allâh di langit dan ilmu-Nya di segala tempat.”
Al-Hafizh adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Orang yang pertama kali
terdengar darinya ucapan pengingkaran terhadap keberadaan Allâh di atas
‘Arsy adalah al-Ja’ad bin Dirham. Dia juga mengingkari sseluruh
sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla, kemudian ia dibunuh oleh Khalid bin
‘Abdullah al-Qasri, sebagaimana kisahnya terkenal.
Lalu tokoh Jahmiyyah yaitu Jahm bin Shafwan mengambil perkataan
(keyakinan) ini darinya. Kemudian ia memunculkannya dan berhujjah dengan
syubhat-syubhat. Hal itu terjadi di akhir masa tabi’in, maka ucapannya
diingkari oleh para Imam di masa itu, seperti al-Auzâ’i rahimahullah,
Abu Hanîfah rahimahullah, Mâlik rahimahullah , al-Laits bin Sa’ad
rahimahullah, ats-Tsauri rahimahullah, Hammad bin Zaid rahimahullah,
Hammad bin Salamah, Ibnul Mubârak dan imam-imam pembawa panji hidayah
sesudah mereka.
Imam asy-Syâfi’i rahimahullah berkata, “Allâh Azza wa Jalla mempunyai
nama-nama dan sifat-sifat. Tidak patut bagi seseorang pun untuk
menolaknya. Barangsiapa menyelisihinya setelah hujjah tegak atasnya,
maka dia kafir. Adapun sebelum tegaknya hujjah, maka dia masih bisa
dimaklumi karena kejahilan. Kami menetapkan sifat-sifat ini dan
menafikan tasybîh dari-Nya sebagaimana Allâh menafikan tasybîh dari
Diri-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“…Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan Dia-lah Yang Mahamendengar dan Mahamelihat.” [asy-Syûrâ/42:11][7]
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ
يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Dan Allâh memiliki Asma-ul Husna (nama-nama terbaik), maka bermohonlah
kepada-Nya dengan menyebut Asma-ul Husna itu dan tinggalkanah
orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan
mendapat balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” [al-A’râf/7:180]
Allâh Azza wa Jalla menetapkan nama-nama dan sifat. Allâh Azza wa Jalla
menetapkan bagi diri-Nya sifat mendengar, melihat, hidup, berkuasa,
memiliki dua tangan, wajah, ilmu, dan sifat-sifat lainnya. Allâh
menetapkan bagi diri-Nya semua sifat-sifat yang sempurna. Maka
barangsiapa mengingkari atau menakwilkan berarti dia telah berbuat ilhâd
(mengingkari nama-nama dan sifat-sifat-Nya).
Firman Allâh Azza wa Jalla yang artinya, "Mereka kelak akan mendapat
balasan terhadap apa yang mereka kerjakan." merupakan ancaman keras dari
Allâh Azza wa Jalla terhadap orang-orang yang menyalahi nama-nama Allâh
dan sifat-Nya.
Dalam hadits di awal pembahasan ini, Nabi n membacakan ayat :
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ
“Dan mereka tidak mengagungkan Allâh dengan pengagungan yang semestinya…” [az-Zumar/39:67]
Ayat ini mencakup :
1. Orang-orang yang mengingkari adanya Allâh Azza wa Jalla , yaitu kaum Dahriyyun.
وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا
يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ ۚ وَمَا لَهُمْ بِذَٰلِكَ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ
هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
Dan mereka berkata, ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah keidupan di dunia
saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita
selain masa.’ Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka
hanyalah menduga-duga saja.” [al-Jâtsiyah/45:24]
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُون﴿٣٥﴾ أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۚ بَلْ لَا يُوقِنُونَ
Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan
langit dan bumi itu; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka
katakan).” [at-Thûr/52:35-36]
Mereka pada hakikatnya tidak mengagungkan Allâh dengan sebenar-benar pengagungan.
2. Orang-Orang Musyrikin yang mengakui adanya Khaliq (Pencipta),
Mudabbir (Pengatur alam semesta), muhyi (Yang Menghidupkan), Mumît (Yang
Mematikan), yaitu Allâh Azza wa Jalla . Tapi mereka menyembah selain
Allâh atau mereka beribadah kepada Allâh tapi juga bersamaan dengan itu
ia menyembah tuhan yang lain, seperti menyembah berhala, batu, pohon,
kubur, benda-benda mati dan lainnya. Mereka pada hakikatnya tidak
menghargai Allâh Azza wa Jalla dengan sebenarnya. Padahal yang mereka
sembah tidak bisa menciptakan, tidak bisa memberi rizki, tidak bisa
memberikan manfaat, tidak bisa menolak bahaya bahkan tidak bisa
menghidupkan dan mematikan. Seperti orang-orang yang datang ke kubur
untuk meminta sesuatu kepada mereka, meminta hajat kepada mereka bahkan
ada yang thawaf di kuburan. Mereka pada hakikatnya tidak mengagungkan
Allâh Azza wa Jalla dan tidak memuliakannya. Mereka telah berbuat syirik
yang besar.
3. Demikian juga orang-orang yang mengingkari nama-nama dan sifat Allâh,
yang Allâh dan Rasul-Nya telah tetapkan. Begitu juga orang yang
mentakwil sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla atau memaknainya dengan makna
yang lain atau dengan makna zhahir dan batin atau orang yang menyamakan
Allâh Azza wa Jalla dengan makhluk-Nya pada hakikatnya. Mereka ini tidak
mengagungkan Allâh Azza wa Jalla , seperti orang-orang yang mengingkari
tentang keberadaan Allâh Azza wa Jalla di atas ‘Arsy-Nya. Mereka
mentakwilkannya dengan arti kekuasaan atau lainnya. Pada hakikatnya
mereka ini tidak mengagungkan Allâh Azza wa Jalla. Begitu juga
orang-orang yang mengartikan ‘Tangan’ Allâh dengan kekuasaan atau
nikmat; Begitu juga orang yang mengatakan bahwa ayat atau hadits ini
tidak jelas tentang sifat Allâh; Atau mengatakan bahwa itu adalah kiasan
atau mengatakan bahwa itu bukan hakikatnya. Mereka ini pada hakikatnya
tidak menghargai dan tidak mengagungkan Allâh Azza wa Jalla . Mereka
tidak beradab kepada Allâh Azza wa Jalla .
4. Orang yang tidak beriman kepada qadha’ dan qadar yang baik dan buruk
dan tidak beriman dengan kekuasaan Allâh, bahwa Allâh Mahaberkuasa atas
segala sesuatu. Orang yang tidak mengimani ini, maka ia tidak
mengagungkan Allâh Azza wa Jalla dengan sebesar-besar pengagungan. Dan
masih banyak contoh yang lainnya.[8]
FAWA-ID HADITS
1. Penjelasan tentang keagungan Allâh Azza wa Jalla dan ke-Mahabesaran
Allâh Azza wa Jalla. Allâh Mahabesar, Allâh Mahaberkuasa, Allâh
Mahaagung. Semua nama-nama Allâh adalah nama-nama yang paling indah dan
semua sifat-sifatnya adalah sifat yang tinggi dan sempurna.
2. Seluruh makhluk, langit, bumi, dan seluruh isinya adalah sangat kecil dibandingkan Allâh Yang Mahatinggi dan Mahabesar.
3. Menetapkan kedua tangan, jari-jari yang hakiki bagi Allâh Azza wa Jalla yang sesuai dengan keagungan dann kemuliaan-Nya
4. Ilmu yang mulia ini terdapat dalam Taurat dan mereka tidak mengingkarinya dan tidak mentahrifnya
5. Menerima kebenaran yang datang sesuai dengan al-Qur'ân dan as-Sunnah meski disampaikan oleh orang Yahudi
6. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bergembira dan tertawa karena
membenarkan apa yang terdapat dalam Taurat itu sesuai dengan yang ada
dalam al-Qur'ânul Karîm.
7. Pada hari Kiamat langit dan bumi akan dilipat dengan tangan kanan Allâh Yang Mahamulia.
8. Orang-orang Yahudi, Nasrani, kaum Musyrikin mereka tidak mengagungkan Allâh Azza wa Jalla dengan pengagungan yang benar.
9. Orang-orang yang mengingkari nama-nama dan sifat-sifat Allâh Azza wa
Jalla , orang-orang yang mentakwil/mentahrif sifat-sifat Allâh, pada
hakikatnya mereka tidak mengagungkan Allâh Azza wa Jalla dengan
pengagungan yang benar.
10. Allâh Azza wa Jalla pencipta seluruh makhluk dan hanya Allâh Azza wa
Jalla yang berkuasa sementara seluruh kekuasaan makhluk itu akan
binasa.
11. Wajib menetapkan Allâh Azza wa Jalla itu Maha Tinggi dan Allâh
bersemayam di atas ‘Arsy sebagai bantahan kepada Jahmiyyah, Mu’tazilah,
dan Asy’ariyyah.
12. Menetapkan ilmu-Nya Allâh Azza wa Jalla yang meliputi segala sesuatu
bahwa tidak ada satu pun yang terluput bagi Allâh Azza wa Jalla di
langit dan di bumi.
13. Wajib mengesakan Allâh Azza wa Jalla dalam rububiyyah, uluhiyyah, dan juga dalam nama dan sifat-sifat-Nya.
14. Allâh yang Mahabesar yang menciptakan seluruh makhluk maka Allâh
Azza wa Jalla satu-satunya yang wajib diibadahi. Hanya Allâh Azza wa
Jalla saja yang dapat menghidupkan, mematikan, memberikan manfaat,
menolak bahaya, memberikan rrizki, dan mengumpulkan seluruh makhluk di
hadapan-Nya pada hari Kiamat.
15. Keagungan Allâh Azza wa Jalla dan kebesaran-Nya semestinya
menimbulkan kecintaan, ketundukan, rasa hina, rasa takut, dan berharap
hanya kepada Allâh Azza wa Jalla . Allâh Subhanahu wa Ta’ala
satu-satunya Dzat yang wajib diibadahi dengan ikhlas dan benar.
MARAAJI’ :
1. al-Qur'ân dan terjemahnya
2. Tafsir ath-Thabari
3. Tafsir Ibnu Katsîr
4. Kutubus Sittah
5. Musnad Imam Ahmad, dan kitab-kitab hadits lainnya
6. ar-Radd ‘alal Jahmiyyah
7. Syarah Ushûl I’tiqâd Ahlus Sunnah wal Jama’ah
8. Kitâbut Tauhid, karya Muhammad bin Ishaq bin khuzaimah. Tahqiq: Samir Az-Zuhairi
9. Kitâbul Asmâ’ was Shifât, karya Imam al-Baihaqi
10. Majmû’ Fatâwâ, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
11. Ijtimâ’ul Juyûsy al-Islâmiyyah ‘ala Ghazwil Mu’ath-thilah wal Jahmiyyah, karya Ibnul Qayyim al-Jauziyyah
12. Fathul Bâri, karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani
13. Mukhtashar al-‘Uluww lil ‘Aliyyil ‘Azhîm, karya Imam adz-Dzahabi
14. Fathul Majîd Syarah Kitâbut Tauhîd, karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh
15. I’ânatul Mustafîd Syarah Kitâbut Tauhîd, karya Syaikh DR. Shaleh bin Fauzan al-Fauzan
16. Dan kitab-kitab lainnya
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XVI/1433H/2012M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Diringkas dari Majmû’ Fatâwâ (V/12-13).
[2]. Al-Laalika-i dalam Syarah Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah (no. 665).
[3]. Ad-Darimi dalam ar-Radd ‘alal Jahmmiyyah (no. 104), al-Baihaqi
dalam al-Asmâ’ was Shifât (II/150-151), Syarah Ushûl I’tiqâd Ahlis
Sunnah wal Jamâ’ah (no. 664), Mukhtashar al-‘Uluww (no. 132), dan Fathul
Bâri (XIII/406-407).
[4]. Mukhtashar al-’Uluww (hlm. 141-142).
[5]. Shahih: HR. Ad-Darimi dalam ar-Raddu ‘alal Jahmiyyah (no. 6) dan ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah (no. 22, 598).
[6]. Shahih: HR. al-Baihaqi dalam Asmâ’ was Shifât ( II/150). Sanadnya jayyid (Fathul Bâri, XIII/406).
[7]. Lihat Fathul Bâri (XIII/407).
[8]. Disadur dan diringkas dari I’ânatul Mustafîd Syarah Kitâbut Tauhîd
(II/316-318), karya Syaikh DR. Shaleh Fauzan bin Abdullah al-Fauzan
حَفِظَه الله.
0 komentar:
Post a Comment