Oleh
Syaikh DR. Abdul Bâri ats-Tsubaiti
Kekayaan dan kemiskinan merupakan ujian dari Allâh Azza wa Jalla terhadap para hamba-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Dan Kami menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan.
dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan. [Al-Anbiyâ/21:35]
Dan sungguh menakjubkan keadaan seorang Mukmin, jika ditimpa kesulitan
dan penderitaan, ia bersabar, sehingga itu menjadi kebaikan baginya.
Jika mendapatkan kesenangan dan kegembiraan, ia bersyukur, sehingga itu
juga menjadi kebaikan baginya.
Adanya perbedaan rezeki ini juga menyebabkan roda kehidupan berjalan
normal. Yang kaya bisa mempekerjakan yang miskin dengan upah, sehingga
kebutuhan masing-masing bisa terpenuhi dengan baik. Si kaya membantu si
miskin dengan hartanya, sementara si miskin membantu dengan keahliannya.
Jika Allâh Azza wa Jalla menguji seorang hamba dengan kemiskinan maka
sabar merupakan ibadah termulianya. Barangsiapa sempit rezekinya dan
kehidupannya susah, maka janganlah ia berkecil hati, karena kehidupan
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mayoritas para Shahabat
yang mulia juga pas-pasan bahkan dalam kekurangan. Perhiasan dunia yang
akan sirna ini tidak pantas untuk disedihkan tatkala luput.
Agar jiwa menjadi tenteram dan menyadari betapa besar karunia Allâh Azza
wa Jalla kepadanya sehingga bisa bersyukur kepada Allâh Azza wa Jalla ,
maka dengarkanlah pengarahan dari Nabi kita yang mulia Shallallahu
‘alaihi wa sallam:
إِذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِي الْمَالِ
وَالْخَلْقِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ مِمَّنْ فُضِّلَ
عَلَيْهِ
Jika salah seorang dari kalian melihat orang yang lebih unggul dalam
harta dan tubuh maka hendaknya ia melihat kepada orang yang di bawahnya,
yakni orang yang ia ungguli [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Dalam riwayat Imam Muslim ada tambahan:
فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ
Maka hal itu lebih layak menjadikan kalian agar tidak meremehkan karunia Allâh Azza wa Jalla kepada kalian
Sungguh Islam telah menyeru orang-orang faqir sebagaimana Islam menyeru
orang-orang kaya supaya mereka mendidik jiwa mereka agar menjadi jiwa
yang kaya, dengan mengekang nafsunya, mengaturnya sehingga bisa
menggapai sifat qanâ'ah dan ridha terhadap pemberian Allâh Azza wa Jalla
meskipun dianggap sedikit. Apapun yang telah Allâh Azza wa Jalla
tetapkan sebagai bagianmu tidak akan pernah luput darimu. Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ
Ridhalah dengan apa yangAllâh Azza wa Jalla bagikan untukmu maka engkau akan menjadi manusia terkaya [HR. At-Tirmidzi]
Bagi orang-orang yang diuji oleh Allâh Azza wa Jalla dengan kemiskinan,
ada beberapa adab yang perlu diperhatikan. Adab-adab ini ada yang
terkait hati, penampilan zhahir, pergaulan dan aktivitas lainnya.
Yang terkait batin yaitu hendaknya ia tidak membenci ujian Allâh Azza wa Jalla kepadanya berupa kemiskinan.
Yang terkait zhahir, hendaknya ia tetap menjaga kehormatan diri dan tampil bersih. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ
Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta" [Al-Baqarah/2:273]
Sedangkan adab dalam pergaulan, hendaknya ia tidak merendahkan diri
dihadapan orang kaya hanya karena kekayaan mereka. Jika ada kebenaran
yang harus disampaikan, maka dia harus menyampaikannya, bukan diam atau
bersikap pura-pura demi meraih harta si kaya.
Adapun adab dalam aktifitas harianya, hendaknya ia tidak malas dalam
beribadah hanya karena dia faqir. Juga janganlah kefaqirannya
menghalanginya dari bersedekah walaupun sedikit.
Dalam ayat ini Allâh Azza wa Jalla mendahulukan penyebutan sifat faqir
para wali-Nya daripada pujian-Nya terhadap hijrah mereka, dan Allâh Azza
wa Jalla tidaklah menyifati orang yang dicintai-Nya kecuali dengan
sifat yang Allâh Azza wa Jalla cintai. Kalau bukan karena kefaqiran
merupakan sifat yang sangat dicintaiAllâh Azza wa Jalla tentu Allâh Azza
wa Jalla tidak memuji orang-orang yang Allâh Azza wa Jalla cintai
dengan sifat tersebut.
Dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda :
اطَّلَعْتُ فِي الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءُ
Aku melihat surga maka aku lihat mayoritas penghuninya adalah orang-orang faqir" [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Meski demikian, Islam berusaha mengatasi kemiskinan dengan menyeru
orang-orang kaya untuk berbuat baik serta menyantuni kaum faqir serta
berusaha mengangkat kesulitan mereka. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
السَّاعِي عَلَى الْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِيْنَ كَالْمُجَاهِدِ فِي
سَبِيْلِ اللهِ وَأَحْسَبُهُ قَالَ وَكَالْقَائِمِ لاَ يَفْتُرُ
وَكَالصَّائِمِ لاَ يُفْطِرُ
Seseorang yang berusaha membantu janda dan orang miskin seperti seorang
mujahid di jalan Allâh –dan aku menyangka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata- dan seperti seorang yang shalat malam tanpa lelah dan
seperti orang yang berpuasa tanpa berbuka" [HR. Muslim]
Islam juga mengatasi kemiskinan dengan menyeru orang-orang miskin untuk
bekerja, tidak malas dan berpangku tangan, agar mereka tidak menjadi
beban masyarakat. Berusaha mengentaskan kemiskinan dan bekerja mencari
rizki merupakan perkara yang disyariatkan dan terpuji.
Diantara doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
Ya Allâh aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, penjagaan diri, dan kecukupan [HR. Muslim]
Dan rizki yang banyak merupakan salah satu buah dari amal shaleh. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barang siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka sambunglah silaturahmi [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Pekerjaan dengan memproduksi atau keahlian atau pertanian merupakan
kemuliaan, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطٌّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Tidaklah seorangpun memakan suatu makananpun yang lebih baik dari memakan hasil kerja tangannya sendiri [HR. Al-Bukhâri]
Inilah sikap yang tepat dan jalan yang benar, adapun meminta-minta
(bukan karena terpaksa) atau karena ingin memperbanyak hartanya maka itu
merupakan sifat tercela dan perbuatan buruk. Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلْ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
Barangsiapa meminta kepada manusia harta mereka dalam rangka
memperbanyak hartanya maka sesungguhnya ia meminta bara api, maka
silahkan ia meminta sedikit atau ia meminta yang banyak [HR. Muslim]
Tidak diragukan bahwa diantara faktor peningkatan angka kemiskinan pada
masyarakat Islam adalah karena mereka tidak memperhatikan perkembangan,
terlena dengan riba dan malas berusaha. Padahal kemiskinan itu sering
menimbulkan dampak negatif terutama saat iman melemah, apalagi saat
kehilangan iman.
Kemiskinan dianggap sebagai salah satu sebab utama munculnya berbagai
perbuatan hina, perzinahan, pencurian, peningkatan angka kriminal,
keretakan keluarga, bahkan pembunuhan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ditanya:
أَيُّ الذَّنْبِ أَكْبَرُ عِنْدَ اللهِ؟ أَنْ تَدْعُوَ للهِ نِدًّا وَهُوَ
خَلَقَكَ. قَالَ : ثُمَّ أَيٌّ؟ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ مَخَافَةَ أَنْ
يَطْعَمَ مَعَكَ
Dosa apakah yang terbesar di sisi Allâh? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, "Engkau berdoa kepada selain Allâh padahal Allâh Azza
wa Jalla telah menciptakanmu." Lalu ditanya lagi, "Kemudian dosa apa
lagi?" Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, "Engkau membunuh
anakmu karena takut ia ikut makan bersamamu" [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Kemiskinan juga memberikan dampak negatif dalam kehidupan masyarakat,
ditandai dengan munculnya kedengkian dan permusuhan. Disinilah peran
para ahli ilmu dan cendikiawan serta orang-orang kaya untuk
bersungguh-sungguh dalam mengatasi kemiskinan dengan mengharapkan pahala
dari Allâh Azza wa Jalla , dan menjaga masyarakat dari dampak negatif
kemiskinan, yaitu dengan membuka lapangan pekerjaan bagi orang-orang
miskin, menggali dan mengembangkan kemampuan dan bakat mereka. Allâh
Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا
Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu
memperoleh (balasan)nya di sisi Allâh Azza wa Jalla sebagai Balasan yang
paling baik dan yang paling besar pahalanya. [Al-Muzammil/73:20]
(Diringkas dari Khutbah Jum'at di Masjid Nabawi di Madinah al-Munawwarah pada 3/7/1435 H )
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XVIII/1436H/2014.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
0 komentar:
Post a Comment